RSS

Tag Archives: sigmund freud

INTRODUCTION on some questions preliminary to any possible discussion on Lacan and the politic

INTRODUCTION
on some questions preliminary to any possible discussion
on Lacan and the politic

Sebagai seorang filsuf mistik, Lacan memulai “kembali ke Freud” dengan pembacaan linguistik psikoanalitik. dengan rumusnya yang paling terkenal: “bawah sadar terstruktur sebagai sebuah bahasa.” Bagi Lacan, psikoanalisis yang paling mendasar bukanlah teori dan teknik mengobati gangguan psikis, akan tetapi juga merupakan sebuah teori dan praktek yang menghadapkan individu dengan dimensi yang paling radikal dari eksistensi manusia. Akibatnya, berkenaan dengan ilmu-ilmu otak hari ini, psikoanalisis itu sendiri, jauh dari subversif, dan tampaknya bukan milik lapangan humanis tradisional yang terancam oleh penghinaan terbaru.
Jika Freud tampaknya, mengabaikan beberapa hal yang membahayakan, Lacan lebih berhati-hati dalam mempraktikkan teorinya. Pada awal 1950 ia membuat pernyataan berikut: mungkin saja bahwa dalam pengalaman terbatas pada individu, psikoanalisis tidak dapat mengklaim untuk memahami totalitas sosiologis setiap objek. Atau bahkan keseluruhan kasus-kasus yang saat ini beroperasi di masyarakat kita.
Meskipun demikian, dalam perlakuan terhadap individu, relasional psikoanalisis telah menemukan strain yang muncul untuk memainkan peran mendasar dalam semua masyarakat, seakan-akan ketidakpuasan dalam peradaban pergi jauh untuk mengungkapkan sifat yang melekat pada budaya. Jika seseorang membuat rancangan transformasi, kita dapat memperpanjang rumus psikoanalisis mengenai hal yang melekat pada beberapa ilmu pengetahuan manusia, yang dapat digunakan.
Dalam hal ini tidak saja menunjukkan seorang ‘individu’ untuk mengakomodasi dirinya sendiri dengan tuntutan realitas sosial, tetapi menjelaskan bagaimana sesuatu seperti “realitas” merupakan dirinya dalam tempat pertama. Tidak hanya memungkinkan manusia untuk menerima kebenaran tentang dirinya yang ditekan – atau dirinya sendiri; ini menjelaskan bagaimana dimensi kebenaran muncul dalam realitas manusia. Ringkasnya, kita akan hipotesis utama bahwa teori Lacanian tidak menjadi relevan dan, memang, penting untuk reinvigoration teori politik dan analisis sosio-politik.
Lacan selalu penuh kontroversi, krisis dan skandal. Dia sangat dipengaruhi oleh Freud dan mengkajinya melalui strukturalisme gaya Ferdinand de Saussure. Selain itu, sedikit banyak dipengaruhi Claude Lévi-Strauss’s dalam struktural antropologi, sampai dengan teori himpunan matematika dan filsafat Plato, Kant, Hegel dan Heidegger. Tidak heran sebagian besar dari konsep-konsep kunci Lacan tidak memiliki kaitan langsung atau sebaliknya berbeda sama sekali dengan teori Freud.
Keberatan lain tersirat dalam keraguan terhadap seminar-seminar theory Lacan. Dalam seminar, Lacan bertindak sebagai seseorang yang “dianalisis.” Lacan senang berimprovisasi, melompat, berbicara kepada publik, yang kemudian mempersilahkan para pembacanya untuk masuk ke dalam peranan kolektif proses analis.
Kemudian sebagai perbandingan, tulisan-tulisannya menjadi lebih kental, karena diformulasikan, dan dilemparkan ke pembaca. Tujuannya adalah untuk melibatkan dan menantang pembaca untuk menganalisa dan menerjemahkannya ke dalam tesis yang jelas serta memberikan contoh dan demonstrasi logis dari mereka sendiri.
Berbeda dengan prosedur akademik biasa, di mana penulis merumuskan sebuah tesis dan kemudian mencoba untuk mempertahankan melalui argumen, Lacan lebih sering meninggalkan pekerjaan ini kepada pembaca. Hal ini untuk mengetahui aktualisasi di kalangan rakyat yang saling bertentangan dan ambiguitas yang ada.
Sederhananya, tiga bab pertama dari buku ini meletakkan teoretis, epistemologis dan politik. Bab pertama adalah yang taat kepada subjek Lacanian, titik awal dalam kebanyakan sosio-politik Lacanian untuk menetapkan konsep politik Lacanian. Meskipun sangat bermanfaat, pendekatan semacam ini kadang-kadang menyembunyikan apa yang telah benar-benar memberikan kontribusi yang banyak. Dalam bab kedua,akan terfokus pada pemahaman Lacanian pada ‘objective’, dari realitas sosial politik Lacanian. Dan bab ketiga adalah diartikulasikan sekitar Lacanian membaca realitas politik.
Tantangan ini hanya mengungkapkan sebagian kecil dari ‘politik’ perjuangan yang terkait dengan proyek Lacanian hampir dari awal. Hal ini tidak mengherankan kemudian bahwa untuk setiap manusia hanya hubungan antara Lacan dan Politik yang menjelma dalam nasib Psikoanalisis dan Politik (meminjam dari judul lain buku oleh Sherry bawah denting – Turkle, 1992) karakteristik hubungan Lacan ke pembentukan psikoanalisis dan pengikut-Nya sendiri, dan tentu saja dari perdebatan tanpa akhir tentang warisannya. Dan Meskipun masalah ini tidak dapat diabaikan, seluruh buku ini merupakan sebuah upaya untuk menunjukkan relevansi Lacanian untuk pertimbangan politik

 
Leave a comment

Posted by on December 8, 2009 in Essay

 

Tags: , ,

perihal mimpi

; jangan percaya ini

Mengapa ada seseorang yang percaya bahwa mimpi adalah pertanda, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai hiburan tengah malam?
Saya mungkin seseorang yang berada di tengah-tengahnya. Ada saatnya saya menganggap mimpi-mimpi itu sebagai kembang tengah malam saat lelap, yang seringkali terlupa begitu saja saat mata saya terbuka.

Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa si pemimpi. Perkecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi yang demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan terkadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.

Kalau dihitung-hitung saya tidak lebih dari sepuluh kali sedemikian memikirkan mimpi-mimpi saya. Mimpi-mimpi itu terjadi begitu saja. Kehilangan pacar salah satunya setelah bermimpi menemani si dia menembak seekor burung kecil di dalam hutan. Dalam kehidupan senyatanya, saya juga begitu terpengaruh oleh buku Paulo Coelho, khususnya The Alchemist. Sebuah novel spiritual yang menceritakan perjalanan seorang bocah Santiago dalam mengejar mimpi-mimpinya. Tentu saja juga cara dia menghitung pertanda pada gadis gurun bernama Fatimah. Aih, romantisnya…

Analisis mimpi yang digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar. Pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga aktifitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.

Lantas bagaimana jika mimpi begitu susah diartikan? semacam pergi ke gunung dengan seseorang yang tak dikenal. Berulang kali mimpi dikejar ular. Mematahkan dan membunuh sekelompok ular dengan menggigitnya. Padahal aduh, dalam dunia nyata saya paling takut dan jijik pada ular. Melihatnya melintas di depan saya saja lutut saya bisa langsung lemas ndak karuan.

Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam mengutarakan mimpi, seorang penafsir haruslah memberikan perhatian yang penuh, bersungguh-sungguh dan tidak terburu-buru. Kemudian, seorang penafsir juga harus berusaha mencari tabu semua hal yang berhubungan dengan gambaran atau isi mimpi serta pelaku mimpi secara komprehensif. Kemudian terdapat juga kesamaan tentang kamampuan atau pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang penafsir mimpi. lbnu Sirin, seorang pemikir besar dengan latar muslim dari Timur juga sependapat dengan Sigmund Freud bahwa seorang penafsir mimpi harus menguasai ilmu tentang Bahasa. tentang makna kata, derivasi kata, dan kata-kata
kiasan maupun pribahasa sehingga mengetahuitentang kondisi dan kebiasaan serta budaya yang berlaku pada masyarakat atau daerah setempat.

Nah, bisa jadi mimpi digelung ular serupa yang saya alami ini berbeda maknanya dengan seseorang di tempat lain yang bermimpi sama.

Pengertian akan mimpi memang masih sangat membingungkan bagi sebagian orang. Namun demikian dari analisis yang disampaikan oleh Sigmund Freud kita bisa menemukan dua jenis mimpi yang terjadi pada manusia. Ada perbedaan perngertian mimpi, antara orang sekarang dengan orang-orang jaman primitif. Meskipun masih juga banyak orang mempercayai bahwa mimpi mempunyai aspek supranatural atau mistik, sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang primitif.
Pengertian mimpi yang pertama bisa kita pahami menurut Aristoteles bahwa mimpi tak lebih dari persoalan psikologis. Mimpi bukanlah ilham dari dewa, dan juga tidak ada kaitanya dengan hal-hal yang berbau kedewaan, tetapi sebaliknya dari sifat-sifat kejam atau jahat.

Hal ini berbeda dengan pandangan Aristoteles, penulis-penulis jaman sebelumnya tidak memandang mimpi sebagai suatu produk jiwa malainkan ilham yang berasal dari dewa (devine orgin). Oleh karena itu manusia jaman purba membedakan mimpi sebagai berikut; Pertama, mimpi yang nyata dan berharga, diturunkan pada si pemimpi sebagai peringatan atau untuk meramalkan kejadian-kejadian dimasa depan. Kedua, mimpi yang tak berharga, kosong dan menipu, bertujuan untuk menyesatkan atau menuntun si pemimpi pada kehancuran. Jadi jelas, dari kedua pengertian ini, kita menjadi sadar akan adanya makna yang terkandung dalam mimpi. Meskipun tetap dipahami juga bahwa tidak semua mimpi memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan kita.

Saya menyukai salah satu referensi tentang mimpi yang berkaitan dengan Enuknia (insomnia), yang secara langsung mereproduksi rangsangan yang diberikan atau pun sebaliknya. Merangsang secara berlebihan, seperti mimpi buruk menentukan atau mempunyai korelasi yang pasti dengan masa depan. Termasuk di dalammnya adalah pemberitahuan tentang kejadian-kejadian di masa depan (orama, visio). Nyatanya, konsep inilah yang sudah berabad-abad menjadi kepercayaan manusia.

Freud sendiri memegang teguh pendiriannya atas teori mimpi. Meskipun Ia mengakui akan adanya kesulitan di dalam membuktikan gagasan-gagasannya itu. Ia tetap berkeyakinan akan adanya beberapa titik terang bahwa mimpi bisa dipengaruhi oleh kondisi fisik dan pengalaman alam sadarnya. Mimpi hanya reaksi tidak teratur dari fenomena mental yang berasal dari stimulasi fisik. Freud mencontohkan seseorang yang sedang tidur kemudian ia bermimpi sedang minum. Maka sudah bisa dipastikan bahwa pada saat itu ia sedang merasakan kehausan. Saya belum memiliki alasan yang cukup kuat untuk sepenuhnya setuju pada pendapat ini. Kenyataannya saya sedang tidak memikirkan ular saat saya bermimpi digelung ular hitam semalam itu.

Sebenarnya pada banyak hal, banyak dari teori-teori Freud yang saya kurang sepakati pada penjabarannya, bukan pada pengantar dan perawalannya. Misalkan psikoanalis saya cenderung sepakat, tapi kemudian ada beberapa klik yang membuat saya menganggap Freud seorang pandir dan sok pintar.

Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998). Oh, tentu saya tidak menyepakatinya. Tidak ada seorangpun yang melarang saya ke gunung, bahkan banyak yang mengajak saya mendirikan tenda-tenda bersama-sama. Lantas mengapa saya bermimpi sedang berjalan di setapak dalam hutan di gunung?

Sejak zaman Babilonia. Aflatun, Aristu, Cicero, Kitab Injil, Shakespeare, Goethe dan Napoleon percaya bahwa ada mimpi-mimpi tertentu yang meramalkan sesuatu di kehidupan mendatang. Tidak ada apa pun yang muncul dalam mimpi secara kebetulan, tiap gambaran adalah lambang yang dihargai yang merujuk kepada kehidupan dan fikiran yang paling dalam.

Atau, yang paling tepat sebenarnya adalah, saya mencoba menjabarkan mimpi-mimpi yang datang pada saya dengan cara saya sendiri. Saya tidak lantas menganggap semua mimpi adalah pertanda. Tapi saya tahu, salah satu mimpi saya akan selalu berkelanjutan mengajari saya bersiap menerima segala hal yang akan sampai pada saya.

Esok hari, saat saya serupa naga, saya tak akan lagi bermimpi tentang ular!

 

Tags: , , , ,